Visions

oguaigoo
11 min readApr 30, 2022

Do you ever just wonder why we feel?

Entah mengapa kalimat tersebut terlintas di benak Althea saat menginjakkan kaki keluar dari mobil van yang disewa rombongan teman-temannya itu selama berada di Jogja.

Villa yang mereka sewa di malam kedua ini sebetulnya jauh lebih kecil dari villa yang mereka inapi di malam yang pertama. Marco menunjukkan foto-foto villa tersebut kepada Thea satu jam sebelum perjalanan ini dimulai. Hanya ada 2 kamar tidur, dengan 3 bunk bed 3 tingkat. Pertamanya Althea juga tidak mengerti mengapa Marco memutuskan untuk menyewa villa ini dengan harga yang lebih mahal. Sepanjang perjalanan, seluruh rombongan tidak henti-hentinya melontarkan pertanyaan demi pertanyaan tentang dimana villa yang akan menjadi tempat penginapan mereka selama malam terakhir di jogja ini. Tetapi Marco hanya tersenyum kecil dan melanjutkan menyetir tanpa kata.

Althea yang berada pada kursi penumpang depan menemani Marco yang mengendarai mobil van besar tersebut juga ikut melontarkan pertanyaan yang sama. Setidaknya kepada Thea, Marco menjawab dengan pernyataan kecil yang hanya bisa didengar oleh Thea seorang.

You’re about to know why.

Tetapi Thea langsung mengetahui alasannya begitu dirinya membuka pintu mobil van yang ditumpanginya — ketika gemuruh ombak yang besar menyapa kedua telinganya perasaan hangat seketika langsung mengisi seluruh tubuhnya. Thea menghadap Illona yang baru saja keluar dari pintu belakang mobil van dengan mulut setengah terbuka. Illona membalas tatapan Thea dalam keadaan setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat di hadapannya.

“AAAHHH!” Illona dan Thea saling menjalinkan jari-jari mereka dan bersorak kegirangan sambil bergandengan tangan berlarian dari tempat parkir mobil van menuju tanah berpasir yang ada di hadapan mereka.

Marco ternyata telah memesan villa dengan open kitchen dan veranda yang langsung menghadap ke pantai dan laut lepas. Meskipun pantainya sedikit berbatu, Thea berani bersumpah ini adalah pemandangan terindah yang Thea pernah lihat dalam beberapa tahun terakhir ini.

“Wah gila, dimana Marco ketemu tempat kaya gini?” Thea memegang kepalanya dengan penuh ketidakpercayaan. Kalau mereka ada di Bali sejujurnya tidak memerlukan waktu yang lama bagi Thea untuk mempercayainya. Tetapi ini Yogyakarta! Thea masih tidak dapat mempercayai bahwa Marco menemukan villa yang memiliki veranda langsung menghadap laut di Yogyakarta.

This is the perfect, perfect place for barbeque.” Ujar Illona sambil tidak melepas matanya dari pemandangan laut lepas yang berada di hadapannya. “Disini ada fasilitas barbeque set ga sih? Sumpah kalo oncom bilang gue bawain barbeque set dari rumah.”

“Coba cari di gudang deket dapur deh, dari deskripsi airbnbnya harusnya ada barbeque set disitu.” Dion mengangkat jari telunjuknya mengarah ke arah open kitchen yang ada di veranda belakang villa. Illona langsung bergegas lari kepada tempat yang dimaksud Dion meninggalkan Thea sendirian menghadap laut.

“Udahan dulu kagetnya, sini bantu bawa koper lu pada.” Thea memalingkan wajahnya kepada asal suara Jorrie yang keras terdengar jauh dari arah tempat mobil van diparkir. Thea melihat Marco dan Jorrie dari kejauhan yang sedang menurunkan beberapa barang dari bagasi mobil van. Thea melontarkan senyum kecil dan berlari balik menuju ke arah tempat parkir.

Dengan nafas sedikit terengah Thea menggelengkan kepalanya sambil menghadap Jorrie yang masih sibuk memindahkan beberapa box dari bagasi. “Did you know about this?

Just as clueless as you are.” Jorrie mengangkat box terakhir yang berada di dalam bagasi dan menghadap Thea. Lalu ia berjalan menjauhi parkiran dan membawa box itu ke arah pintu masuk villa.

Well you look pretty chill about it.” Thea menggaruk kepalanya dengan bingung. Apa memang hanya Thea sendiri yang senang bisa bertemu lagi dengan laut setelah sekian lama?

“Dia mah emang tanpa ekspresi orangnya The. Salah kalo nanya dia.” Marco tertawa mendengar pengakuan polos Thea sambil menutup pintu bagasi mobil van dengan rapat.

“Lo gimana bisa nemuin tempat kaya gini com?” Thea menghadap Marco dengan tangan terlipat.

I have my ways.” Jawab Marco dengan singkat sambil memberikan senyuman khasnya dan berjalan masuk ke villa mengikuti langkah Jorrie yang berada tidak jauh di depannya.

Thea memperhatikan langkah Marco yang semakin lama semakin menjauh darinya dan mencoba untuk memperluas pandangannya. Ia bisa melihat Lara, Kelion dan Illona dari kejauhan yang sedang berdebat tentang cara memasang peralatan panggangan. Thea mengarahkan pandangannya pada Jio, Dion dan Jorrie yang sedang mengeluarkan beberapa belanjaan yang tadi siang mereka beli dan bersiap-siap untuk memasak.

Thea pun ikut berjalan masuk sembari bertanya dalam hati kecilnya pertanyaan yang ia lontarkan saat pertama kali melihat tempat ini. Why do we feel? Thea tahu sekarang ia merasa sangat bahagia. The happiest she’s ever been in years. But why? Baru saja beberapa hari yang lalu Thea merasa sangat galau karena keputusan mamanya yang menolak rencana besarnya itu. Tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa sekarang, hanya dalam beberapa hari, ia bisa membuat kenangan bersama beberapa teman yang baru saja dikenalnya itu. It’s crazy to think how feelings change all the time. If feelings change so much, why are we even allowed to feel? People say that feelings are valid. But how do you know that you’re going to feel the same way the next day, month or year?

Thea mengangkat tas miliknya dan berjalan mendekat kepada veranda belakang villa yang memiliki jalan tembus dari parkiran. Sambil tersesat dalam pikirannya, Thea merasakan hembusan angin pantai sore hari ini semakin lama semakin kencang sehingga membuat rambut Thea yang terurai semakin berantakan.

Thea coba untuk memikirkan kembali apa yang membuatnya merasa aneh dengan perasaan-perasaan yang bisa berubah secara tiba-tiba belakangan ini. Selama hidupnya Thea selalu berusaha untuk tidak membiarkan hidupnya dikendarai dengan perasaan saja. Ia selalu mengingat pesan mama yang dilontarkan padanya dari kecil. Tidak ada hal baik yang akan keluar dari keputusan yang diambil hanya atas dasar emosi.

Mungkin ajaran mamanya itu yang membuatnya bingung akan segala perasaan yang sedang ia alami sekarang. Atau mungkin memang karena Thea sudah terbiasa tidak merasa apa-apa. Selama ini Thea merasa memang wajar untuk merasa biasa-biasa saja. Seperti tidak ada hal yang spesial dalam hidup ini. Apalagi dengan kenyataan Thea hanya tinggal berdua bersama dengan mamanya saja. She was used to being alone and learnt not to grow attachments to other people. Not after what happened to her dad.

Thea menggelengkan kepala, berusaha keras untuk tidak mengingat memori kelam itu lagi. That’s not the point. The point is that she used to think that way. But this trip somehow gave her a whole new perspective.

Ketika terbangun dari pikirannya yang dalam, Thea baru menyadari ada sepasang sepatu boots yang berdiri tidak jauh di sebelahnya. Sosok itu hanya diam tanpa kata sambil menemani Thea memandang garis cakrawala yang berada di hadapannya.

It feels weird to be with you all this time while not watching any movie.” Ujar Thea dengan kedua tangan yang berada di dalam kantong jaketnya dengan tatapan masih pada laut lepas yang berada di hadapannya.

Marco tertawa sambil ikut menyelipkan kedua tangan dalam kantong jaketnya. “If it feels weird, then it’s unconsciously uncomfortable. “

No, In all honesty this trip is amazing.” Thea menggelengkan kepalanya sambil melihat 2 ekor burung yang sedari tadi hanya berterbangan di atas permukaan laut tanpa mendarat. “Harusnya gue nanya lo, com. Damn, are you really enjoying this?

Maksud pertanyaan Thea adalah fakta bahwa selama 2 hari ini Marco telah ‘mengorbankan’ waktunya untuk mengatur seluruh perjalanan liburan rombongan teman-temannya ini, dimana seharusnya ia juga bisa merasakan liburan yang lebih santai. Bukan suatu hal yang mudah untuk mengatur seluruh jadwal, tempat makan, keuangan, sampai kepada tempat tinggal untuk 9 orang ini. Kalau Thea jadi Marco, Thea yakin ia tidak akan merasa bahwa perjalanan ke Jogja ini sebuah liburan melainkan sebuah pekerjaan baru yang harus diselesaikan baginya.

Of course. I wouldn’t be doing it if I didn’t enjoy it.” Marco menganggukkan kepalanya setuju. “Mungkin karena gue udah terbiasa juga dari dulu bikin itinerary kalo liburan sama keluarga.”

Marco terdiam sebentar sebelum melanjutkan kalimatnya “Atau yah mungkin gue cuma people pleaser yang mau mencari kata-kata manis tentang trip ini kaya yang baru lo ucapin.”

Thea tertawa sambil melihat kedua burung tersebut akhirnya mendarat pada permukaan air dengan cepat, mengangkat seekor ikan yang berhasil diburunya. “I second that. You probably just love making plans like these.

Marco tertawa kecil mendengar pengakuan Thea. Mungkin sedikit terlalu kencang. Marco merasa Thea sudah mulai semakin mengenal dan memahami sifat Marco sedikit demi sedikit.

What about you then? Why are you so lost in your thoughts?

Butuh waktu lama untuk Thea mencerna kalimat yang baru saja dilontarkan Marco. Pandangannya masih terarah pada pemandangan pantai yang di depannya. Ditemani dengan suara cuitan burung dan hangatnya matahari sore yang perlahan mulai menghilang dari garis cakrawala.

Entah apa yang sebenarnya Thea pikirkan. Yang pasti, perjalanan beberapa hari ini mengajarkan Thea banyak hal. Terkadang ada hal yang tidak bisa dijelaskan. One day we feel happy, another day sad. And then we’re happy again. Sometimes it can be confusing.

Tapi lagi-lagi itu yang membuat perasaan beda dengan logika. Perasaan mungkin bisa kontrol tetapi tidak bisa ditahan. When you feel something then you feel it. Perasaan bukan seperti logika. Mau dipikir seberapa banyak pun, perasaan tidak akan masuk di akal.

Liat aja perkara hari ini. Bisa bisanya Thea merasa rindu padahal berada dengan Marco 24 jam sehari selama 2 hari ini. How are you gonna explain that logically? She’s now with him longer than she has ever been before. Tapi anehnya ia masih merasa ada yang kurang.

Karena itu, Thea bertekad untuk memutuskan sesuatu. Ia memutuskan untuk melonggarkan dirinya sedikit. She realized that it’s okay to be driven by feelings sometimes. We are bound to feel happy and sad at the same time. Sometimes it even takes courage to admit so. And she feels now is the time for her to take courage.

I don’t know.” Thea menggarukkan kepalanya dengan bingung. “I’m truly enjoying this so much. These 2 days have been the greatest days of my life in years. It’s just that…

Mendengar 3 kata terakhir yang diucapkan Thea membuat Marco berhenti memandang garis cakrawala yang berada di hadapannya dan mengarahkan pandangannya pada Thea yang berada hanya 20 centimeter di sebelahnya.

Thea pun menghadap Marco sambil bersiap untuk melanjutkan kalimatnya yang barusan terpotong. Bukannya dilanjutkan dengan kalimat yang baru, kalimat tersebut malah dilanjutkan dengan gelengan kepala yang cepat dari Thea.

This won’t do it.

Marco memperhatikan Thea yang membalikkan badan dan berlari menjauhi tepi pantai dan masuk ke dalam villa. Dari kejauhan Thea terlihat kecil, jadi Marco hanya bisa mengira-ngira apa yang sedang Thea lakukan.

Bukan Thea namanya kalo ga banyak kejutan. Batinnya dalam hati.

Marco mengerucutkan pandangan matanya supaya bisa melihat pandangan jarak jauh secara lebih jelas. Ia melihat Thea yang sedang merogoh isi tasnya yang ditaruhnya di ruang tamu villa sambil mengeluarkan beberapa barang yang tidak bisa definisikan dari jarak pandangnya.

Setelah mengambil barang tersebut, Thea kembali berlari keluar dari villa, melewati veranda dan kembali ke tepi pantai di tempat Marco menunggu sambil tergopoh-gopoh. Dengan penuh rasa penasaran Marco mencoba untuk menebak apa yang akan dilakukan Thea berikutnya.

Setelah berada tepat di samping Marco, Thea mengeluarkan satu bolpen dan secarik kertas kecil dari dalam saku jaketnya dan mulai menulis dengan cepat.

Done.” Thea berhenti menulis dan melipat kertas kecil tersebut dengan senyuman kecil yang terukir di wajahnya. Masih memperhatikan tingkah laku Thea dengan bingung, Marco memandang Thea yang perlahan-lahan memperkecil jarak diantara mereka.

Dengan tatapan yang tidak berpaling dari Thea, Marco terus memperhatikan Thea yang berjalan mendekat dan berhenti saat jarak diantara mereka hanya kurang lebih 5 centimeter. Marco bisa merasakan kupingnya mulai memanas karena aksi yang barusan Thea lakukan yang tidak Marco duga sama sekali. Thea memasukkan tangannya pada saku kiri jaket Marco dan menaruh kertas yang baru ia lipat disitu.

Marco menatap Thea dengan tatapan penuh kebingungan. Thea mengunci pandangannya pada garis cakrawala yang berada di hadapannya, memalingkan wajahnya dari Marco.

Just read it. But don’t say anything afterwards.” Setelah melontarkan kalimat itu Thea memperbesar jarak diantara mereka.

Marco merogoh saku dimana Thea meletakkan kertasnya barusan dan mengambil carik kertas tersebut. Dengan jantung yang berdebar-debar Thea menunggu respon Marco setelah membaca kertas tersebut. Thea memberanikan diri untuk memutar wajahnya menghadap Marco yang berada persis di sebelahnya.

Thea memperhatikan Marco yang berusaha untuk menyembunyikan senyumnya dengan mengerucutkan bibirnya masuk ke dalam, namun nihil akibat garis garis pada ujung bibir dan pipinya yang menyerupai senyuman.

Meskipun tahu aksi untuk menyembunyikan senyumnya itu gagal, Marco membaca ulang untuk kesekian kalinya tulisan yang terukir dalan carik kertas yang diberikan Thea barusan.

Is it weird that I kinda miss you now?

Marco memalingkan wajahnya lagi menghadap Thea dengan penuh antisipasi. Ia benar-benar berusaha menahan tawanya melihat Thea yang berusaha keras untuk tidak menaruh pandangannya pada Marco.

Don’t. Just don’t Marco.

Marco tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku Althea yang tidak berani memandang ke arahnya. “Iya, iya! Emangnya gue mau ngapain?”

Marco melihat raut wajah Thea yang perlahan mengukir senyuman. Sekali lagi di antara mereka hanya terdengar suara deruan ombak yang besar dengan hempasan angin yang kuat, kepakan sayap 2 burung yang terbang menjauhi permukaan laut, serta suara samar-samar Kelion, Lara dan Illona yang masih belum selesai meributkan cara memasang alat barbeque dari tadi.

So, I figured that you’re more of a beach than mountain kind of person.” Ujar Marco yang berusaha untuk memulai lagi percakapan diantaranya.

Thea akhirnya memutar wajahnya menghadap Marco dengan ekspresi kaget. “Kok lo tau?”

“Iyalah, semua orang juga tahu pasti. Keliatan dari ekspresi lo tadi pas ngeliat villa ini. Beda sama Althea yang kemaren pas ngedaki merapi trekking.”

“Tsk. Kaya lo juga kaga langsung tepar aja di dalem jeep abis foto-foto.”

Marco mengelak pernyataan Thea barusan dengan cepat. “Engga, gue ga tepar.”

“Orang Jio ada foto lu lagi tidur sampe mangap gitu di dalem jeep. Admit your defeat, sir.” Thea juga dengan cepat membantai argumen Marco.

“Yah.” Marco tertawa sambil menundukkan kepalanya dengan malu. “Gagal keliatan keren deh.”

“Gak lah, you already did look cool.” Ujar Thea sambil kembali menghadap pada pemandangan yang ada di hadapannya. “By arranging this trip for us.”

Marco tersenyum kecil saat menyadari bahwa idenya membawa rombongan teman-temannya tidak terbuang sia-sia. Memang ini adalah ide murni Marco untuk memberikan kejutan kepada teman-temannya dengan villa yang memiliki veranda langsung ke pantai. Tapi adalah kebohongan apabila Marco berkata bahwa bukan Thea lah alasan ia merencanakan ini semua. Marco sempat melihat beberapa foto pantai yang diunggah Thea di halaman depan akun Instagramnya. Bahkan Thea juga menggunakan fotonya yang di pantai sebagai profile picture akunnya.

Marco berpaling menghadap Thea yang sedang menutup mata dan menikmati suasana pantai dan angin sepoi-sepoi halus yang ada pada sore ini. Damn. Batinnya. I can’t believe I made my vision come alive.

Marco doesn’t know for how long — in the back of his mind — he had been envisioning this particular scene. Just like some protagonist in a movie.

The thing is, Marco has always been able to envision a lot of things, with Thea’s help. She made his visions come alive. Starting from his song, his film and now this moment. Just by being here, together with him with the wind, sun and sea.

The thought of seven billion people experiencing today in a different way always occurs to him. But that’s the power of doing something together. Out of all the 7 billion people in this world, two people choose to be in a single space and time together. That’s quite magical don’t you think?

Nothing, literally nothing could be better than this.

Marco tidak mengerti kenapa dirinya yang visioner pada saat ini tidak bisa membayangkan hal apapun sekarang juga. Mungkin karena dirinya yang kaku karena melihat paras menawan Thea yang berada persis di hadapannya. Atau mungkin juga karena sebenarnya yang ia bayangkan dan dambakan telah terjadi tepat pada saat ini juga.

“Thea.”

“Ya?”

Do you realize that today we don’t have to say goodbye to each other at 12 AM?

Thea tertegun sambil tertawa kecil mendengar pertanyaan Marco. “Bener juga ya. Selama ini gue udah kaya princess cinderella ngejer jam tayang ya. Jam 12 teng langsung balik ke rumah.”

Pandangan Thea dibalas oleh Marco tertawa sambil menghadapkan wajahnya pada Thea. “Instead, I wanna say the fourth hello to you at 12AM today.

Fourth… hello?

Thea berpikir sejenak dan melebarkan matanya setelah mengerti maksud dari pernyataan Marco.

Are you serious? You wanna do this here? Like right here?

Marco tersenyum sambil memperkecil jarak antara dia dan Thea. “Give me your pen.”

Thea memberikan pena hitam yang dipegangnya kepada Marco dan melihat Marco menulis pada halaman belakang carik kertas kecil yang tadi diberikan Thea.

No way.

Marco mengambil lengan kanan Thea dan menaruh pen serta kertas kecil tersebut dengan lembut di telapak tangannya.

Kali ini Thea hanya perlu membuka kepalan tangannya karena tulisan Marco pada kertas itu langsung terlihat di saat Thea melepas tegangan kepalan tangannya.

Since I miss you too, fourth movie? Here at 12?

Thea melupakan segala sesuatu tentang menjaga ekspresi senangnya dan mengubur wajahnya dengan kedua tangannya dengan malu sambil melompat kegirangan. Ia tidak peduli lagi apabila teman-temannya yang dibelakang mungkin sekarang menertawakan dan siap untuk memberikan ledekan pada Marco dan dirinya yang berlama-lama mengobrol di tepi pantai veranda villa ini.

Thea memberikan anggukkan pelan sambil memberikan jawabannya dengan suara yang pelan lalu lari meninggalkan Marco sendiri di tepi pantai.

See you at midnight.”

--

--